Jumat, 14 Mei 2010

Nama : RESKA ANGGI PRATIWI

Kelas : 3EB05

Npm : 20207908

Metode Jurnal : Metode Causal Komparatif (Expost Facto)

Mata Kuliah : RISET AKUNTANSI (soft skill)

Nama Dosen : ISTICHANAH

Pencairan Reksa Dana Rp 6 Triliun

Oleh : Rahmat Sanjaya

Jakarta, Kompas - Pencairan (redemption) reksa dana hingga Oktober 2003 telah terjadi sebesar Rp 6 triliun. Sebagian besar reksa dana yang dicairkan ini berasal dari Meespierson Finas Indonesia dan reksa dana yang dikelolanya. Sementara itu, ada pula pengelola reksa dana lainnya yang menerima investasi dari para nasabahnya sebesar Rp 2 triliun sehingga net redemption sebesar Rp 4 triliun.

"Hingga bulan Oktober ini, secara global ada redepmtion sebesar Rp 6 triliun. Pengelola reksa dana mana saja yang mengalami redemption saya tidak dapat menyebutkan, tetapi yang di-redeem sebagian besar adalah Meespierson dan reksa dana yang dikelolanya," ujar Kepala Biro Pengelolaan Investasi dan Riset Badan Pengawas Pasar Modal Freddy Saragih seusai Rapat Dengar Pendapat antara Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Komisi IX DPR di Jakarta hari Kamis (13/11).

Saragih mengatakan lebih jauh, dari pencairan sebesar Rp 6 triliun itu ada pula penambahan dana dari para investor sebesar Rp 2 triliun untuk reksa dana yang berbasis pendapatan tetap dan pasar uang. Selain itu, dana masyarakat yang ada di reksa dana ada pula yang beralih dari satu manajer investasi ke manajer investasi lainnya. "Yang sudah kami laporkan ke pasar, meskipun belum secara resmi, sampai bulan September nilai reksa dana ada Rp 85 triliun, dikurangi Rp 6 triliun dan ditambah lagi Rp 2 triliun. Jadi, dana di industri reksa dana kira-kira Rp 82 triliun," kata Freddy lagi.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Bapepam Herwidayatmo mengatakan, pencairan reksa dana di Meespierson disebabkan karena kurangnya pengetahuan para investor mengenai reksa dana. "Para investor di Meespeirson itu karena belum mengerti, begitu nilai aktiva bersihnya turun lalu pindah ke tempat lain," katanya.

Ia menambahkan, hal ini juga merupakan pembelajaran bagi masyarakat yang perlu mengerti betul jenis investasi di reksa dana. Reksa dana adalah produk pasar modal yang ada risikonya.

"Tetapi dalam jangka panjang saya yakin bahwa karena underliying aset reksa dana ini adalah surat utang negara (SUN), sementara SUN tingkat pengembaliannya masih lebih tinggi dari simpanan di bank sehingga kalau mereka melihat bahwa reksa dana masih lebih baik nanti pasti akan kembali ke reksa dana. Tidak usah dirisaukan," ujarnya.

Aktifkan Himdasun

Herwidayatmo menambahkan, permasalahan inti sehingga terjadi pencairan besar-besaran itu adalah belum adanya pasar sekunder untuk obligasi. Bapepam telah bekerja sama dengan Bank Indonesia untuk membicarakan masalah seputar reksa dana.

Mengenai konsep primary dealer untuk membentuk harga pasar yang wajar, Herwidayatmo mengatakan pada pertemuan terakhir semua pihak sepakat untuk lebih memberdayakan Himpunan Pedagang Surat Utang Negara (Himdasun).

"BI juga akan memikirkan apakah transaksi surat utang negara akan dianggap sebagai transaksi bursa atau tidak. Di dunia ini hanya ada satu negara di Afrika Selatan yang menganut bahwa transaksi obligasi merupakan transaksi bursa sedangkan yang lainnya over the counter (OTC) dan hanya sedikit yang dilaporkan ke bursa sehingga tidak dapat mencerminkan keadaan pasar," katanya lagi. Himdasun didirikan oleh sekitar 15 bank.

Pertemuan antara manajer investasi dan bank juga telah dilakukan. "Pengelola reksa dana dan perbankan saling membutuhkan. Perbankan juga sangat menaruh perhatian terhadap pasar sekunder surat utang negara karena kalau SUN harganya turun, obligasi lain juga turun. Selain itu, dijajaki juga apakah perbankan dapat dan juga menjajaki kemungkinan perbankan bisa memberikan fasilitas repo. Bagi pengelola reksa dana hal ini perlu jika terjadi redepmtion," ujar Herwidayatmo lagi.

Untuk jangka menengah, Bapepam akan mengusulkan kemungkinan SUN menjadi secondary reserve di perbankan sehingga bank kalau investasi pada SUN tidak jadi masalah. Pada akhir pekan ini Bapepam akan mengeluarkan aturan mengenai pemotongan biaya pencatatan transaksi di Bursa Efek Surabaya (BES) yang saat ini 0,3 persen. Ada usulan akan dikurangi hingga 0,15 persen.

Menanggapi hal ini, Direktur Utama BES Hindarmojo mengatakan tidak menjadi masalah jika biaya pelaporan transaksi dipangkas, namun ia mengusulkan ada wajib lapor. Menurut Hindarmojo, kalau para pelaku pasar obligasi diwajibkan melaporkan transaksinya ke BES, target RKAT 2003 masih dapat dicapai.

Ia mengatakan, kontribusi biaya pelaporan terhadap pendapatan di BES sekitar 50 persen dengan nilai Rp 900 juta hingga Rp 1 miliar per bulannya. Biaya ini cukup besar dalam menunjang aktivitas termasuk pemeliharaan fasilitas di BES.(joe)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar